MAKASSAR - Sampai saat ini proyek pembangunan pasar Cabbengnge di Kabupaten Soppeng yang diduga bermasalah, seperti berulangkali telah diberitakan sejumlah media, tidak menunjukkan kemajuan yang berarti dalam penanganan kasus oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel. Sehingga kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat.
Ketua Umum Lembaga Advokasi HAM Indonesia (LHI) Arham MS dalam menanggapi dugaan kasus ini mengatakan bahwa pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan pasar Cabbeng yang ditangani Kejati Sulsel sejak 2019 lalu, seperti yang telah berkali-kali diberitakan media, sampai saat ini belum ada perkembangan yang signifikan.
“Kasus pasar Cabbenge ini merupakan salah satu kasus di Soppeng yang diduga sarat penyimpangan dalam pengerjaannya. Publik menilai penanganannya mandek sehingga kami meminta Kejati Sulsel untuk melanjutkan kasus ini dan memberikan kejelasan hukum, ” ungkap Arham MS yang juga Ketua Umum Aliansi Media Jurnalis Independen Republik Indonesia (AMJI-RI) ini kepada jurnalis delikhukum.id via selular di kantor AMJI-RI Makassar, Kamis (22/07/21).
Selama ini, menurut aktivis HAM ini, dirinya sering mendapatkan pertanyaan dari masyarakat perihal perkembangan penanganan kasus pasar Cabbenge yang hingga kini tidak ada kejelasan hukum dari pihak penegak hukum.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya juga telah mencermati data dan dokumen pembangunan proyek pasar Cabbeng berupa perjanjian kerja sama dengan para pihak.
“Setelah mencermati data dan dokumen proyek pasar Cabbenge, proyek yang menelan anggaran miliaran rupiah ini patut diduga telah terjadi tindak pidana korupsi sehingga seharusnya pihak kejati serius dalam menangani kasus ini.
Dari 4 item pekerjaan dalam dokumen tersebut, setidaknya terdapat 3 item pekerjaan yang diduga tidak diselesaikan pembangunannya, ” sebutnya.
Lebih lanjut dikatakan, berdasarkan dokumen, rencananya yang akan dibangun antaralain, terminal, UPTD Pasar Sentral, pembangunan pelataran yang dapat menampung para pedagang kaki lima, serta mushallah dengan total anggaran sebesar Rp7 miliar.
“Beberapa item yang disebutkan belum terealisasi dalam masa pengerjaan selama 8 bulan pada tahun 2019.” tandasnya.
Dia mengatakan, dari penelusuran terhadap seluruh item rencana proyek ini di Soppeng, apa yang disebutkan dalam rencana tersebut tidak ditemukan faktanya di lokasi pasar, dan tidak ada kejelasan terhadap 3 item yang diduga bermasalah tersebut, sehingga masyarakat tidak pernah berhenti mempertanyakannya karena memang tidak ada kepastian hukum terhadapnya.
“Proyek pembangunan ini diduga fiktif, ” jelasnya.
Arham pun berharap agar kasus-kasus dugaan tipikor yang ada di Soppeng dapat dituntaskan guna mewujudkan Soppeng wilayah bebas korupsi.
“Saat ini kami telah membentuk tim koalisi masyarakat anti korupsi yang akan mendorong Kejati Sulsel agar memberikan kejelasan hukum terhadap kasus ini sehingga tidak menjadi bola liar. Selain itu tim kami dalam waktu dekat akan mendatangi dan meminta atensi Komisi Pemberantasn Korupsi RI untuk melakukan supervisi atau mengambil alih dalam melakukan penyelidikan kasus pasar cabbenge ini, ” tegasnya.
Sebelumya Kejati Sulsel melakukan pengusutan terhadap proyek pembangunan pasar Cabbenge yang terindikasi terdapat penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi sesuai dengan audit BPK seperti yang telah diberitakan sejumlah media. Pasar yang dikerjakan oleh PT PGA sebagai pelaksana tahun 2003 menerima dana pembangunan sebesar Rp8 miliar lebih dari Pemkab Soppeng. Proyek ini pun diduga tanpa melalui proses tender.(SH)